Breaking News

Bismillahi Rahmani Rahim | "Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak kebaikannya." | "Tidaklah sempurna iman seorang diantara kalian sehingga Ia mencintai saudaranya sebagaimana Ia mencitai dirinya sendiri."
Bismillahi Rahmani Rahim. Mari kita awali setiap aktivitas kita dengan ucapan basmalah, agar hidup kita di rahmati oleh Allah SWT. :)

Jangan Mudah Mengkafirkan

Assalamu 'alaykum ikhwah fillah. Pembahasan kali ini berkenaan tentang menjadi seorang muslim yang tidak ekstrim.
Disadari atau tidak, hari ini kita mungkin masih mendapati saudara kita termasuk ke dalam dua kelompok. Pertama ialah kelompok yang dengan mudahnya mengkafirkan orang lain, padahal orang tersebut merupakan saudaranya sendiri. Kedua ialah kelompok yang tidak berani mengkafirkan dengan tegas padahal sudah jelas-jelas melakukan perbuatan kafir. Kita haruslah terlepas dari dua golongan tersebut, tidak mudah mengkafirkan, akan tetapi berani menyatakan kafir terhadap amalan yang sudah jelas-jelas kafir. Pembahasan kali ini akan lebih dikhususkan untuk kasus yang pertama.

Seseorang yang telah bersyahadat, mengamalkan kandungan dan tuntutan syahadat, telah melaksanakan kewajiban-kewajiban, jangan mudah dikafirkan karena dua hal: pemikiran yang berbeda dan perbuatan kemaksiatan. Terkecuali karena lima hal berikut:
  • Orang tersebut dengan jelas dan sengaja mengatakan perkataan yang sifatnya kufur.
  • Mengingkari perkara penting yang sudah maklum dari agama islam, seperti mengingkari wajibnya shalat fardhu atau puasa ramadhan.
  • Dengan jelas mendustakan Al-Quran.
  • Menafsirkan Al-Quran dengan redaksi bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa arab. Tentunya, tafsir dengan kaidah bahasa arab dilakukan setelah menafsirkan menggunakan Al-Quran, lalu hadist, kemudian perkataan sahabat.
  • Mengamalkan sesuatu dimana satu-satunya penafsiran yang ada mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang jelas kufur.
Apa itu kafir? Secara bahasa kafir berarti tertutup, penutupan, penutup. Seperti halnya seseorang yang menutupi kenikmatan yang Allah berikan disebut kafir, atau lazimnya kufur nikmat. Istilah kafir ini dapat dibagi dua jenis:
  1. Kafir dalam keimanan/aqidah (i'tiqodi). Contohnya ialah mengingkari wajibnya shalat fardhu yang dalilnya sudah jelas di Al-Quran dan hadist, atau melakukan perbuatan yang dijelaskan oleh Al-Qur'an atau hadist bahwa perbuatan tersebut menjadikan pelakunya kafir. Pada jenis kafir ini terbagi lagi ke dalam empat kategori:
    • Kafir ingkar, orang yang tidak mengenal Allah dan tidak keberadaan Allah. Kafir yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 6. Contohnya penganut agama komunis.
    • Kafir juhud, orang yang mengenal dan mengakui kebenaran Allah, namun hanya dengan hatinya, tidak diakui dengan lisan dan perbuatannya bisa karena kedzalimannya atau kesombongannya (An-naml:14). Contohnya orang musyrik dan ahli kitab.
    • Kafir inad, orang yang mengakui Allah baik dengan hati maupun lisannya, namun tidak mau menjadikan islam sebagai jalan hidupnya bisa karena kedengkian yang ada di dalam dirinya. Contohnya ialah paman Rasul, Abu Thalib.
    • Kafir nifaq, lisannya mengikrarkan islam, berkumpul, dan berbuat sama seperti orang-orang islam, namun hatinya benci dan ingin menghancurkan islam. (Al-Baqarah:8).
    Salah satu saja dari jenis kafir tersebut melekat ketika meninggal, maka dosanya tidak akan diampuni.

  2. Kafir dalam perbuatan ('amali). Pelaku kufur ini tidak keluar dari keislaman, namun mengurangi kesempurnaan islamnya dan tetap berdosa. Sehingga, berhati-hatilah ketika mengkafirkan saudara muslim karena kemaksiatan yang dilakukannya atau karena perbedaan pendapat. Hal ini dikarenakan secara keilmuan orang tersebut masih muslim, hanya saja berkurang kesempurnaan islamnya. Hal ini juga dikarenakan terdapat hadist yang mengatakan apabila ada muslim yang mengatakan kepada sudaranya, "wahai, kafir", maka ucapan tersebut dapat kembali kepada salah satunya, yang dikatakannya atau yang mengatakannya. Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam mengkafirkan, karena bisa jadi berbalik. Terdapat beberapa hadist yang berkenaan dengan kufur 'amali, diantaranya sebagai berikut:
    • (Bukhari Muslim) yang mengatakan "Mencaci muslim itu fasik, dan membunuhnya kufur". Bahasa kufur di sini merupakan kufur 'amali, sehingga orang yang telah membunuh pun tidak semata-mata menjadi kafir karenanya.
    • (Imam Hakim) yang mengatakan "Barang siapa yang bersumpah selain dengan nama Allah, maka ia kafir".
    • (Imam Muslim) yang mengatakan "Tidak berzinah seorang pezinah ketika berzinah padahal ia mukmin". Artinya seseorang yang berzinah bukanlah mukmin, keluar dari islam. Selanjutnya, dengan bahasa yang sama mengatakan bahwa peminum khamr dan pencuri bukanlah mukmin. Dalam pemahaman ahlusunnah wal jamaah, tidaklah semata-mata perilaku tersebut mencabut akar keimanan, tapi bisa mengambil cabang-cabang keimanan. Sehingga, ia tetap muslim, akan tetapi berdosa karena perbuatannya. 
    Dari ketiga contoh hadist di atas, pelaku-pelaku yang disebutkan dalam hadist tersebut tidak semata-mata kafir. Apa yang menjadikan hal tersebut? Karena ternyata iman itu ternyata tidak hanya satu cabang. Dalam hadist Imam Bukhari dan Muslim, "Iman itu 60 atau 70 sekian cabang". Ibnu hajar merinci ada 69 cabang keimanan. Sehingga pelaku yang disebutkan pada hadits di atas berkurang keimanannya, meskipun demikian ia tetap beriman kepada Allah, kepada malaikat, kepada Rasulullah. Dengan demikian tidaklah tercabut akar keimanannya, hanya saja ia berdosa dan berkurang keimanannya. Peristiwa di atas ketika dijumpai di kehidupan sehari-hari, selama lisannya masih bersyahadat, masih solat, tetaplah anggap ia sebagai saudara kita, ingatkan saja dengan cara yang baik bahwa yang ia lakukan itu merupakan perbuatan berdosa. Standarnya, mengikuti hadist Imam Bukhari, barang siapa yang sholatnya sama, menghadap kiblatnya sama, ia tetaplah muslim. Hadist lainnya (Imam Bukhari Muslim), bahwa Rasul diperintah untuk memerangi manusia hingga ia bersyahadat sehingga kemudian terpeliharalah darah dan hartanya. Singkatnya, ketika kita melihat sesorang muslim yang masih shalat, zakat, lantas ia melakukan kemaksiatan atau memiliki pendapat yang berbeda, janganlah sampai dikafirkan. Jangan karena ketika kita mendapat suatu hadist yang membahasakan suatu perbuatan sebagai kafir, lantas dengan mudah memvonis seseorang itu kafir. Bukankan keislaman, keimanan itu memiliki cabang? Terkahir, cukuplah bagi kita menilai apa yang terlihat (dhahir) saja, cukuplah ketika mengetahui seseorang yang telah bersyahadat menjadikannya bagian dari saudara kita. Wallahu 'alam bishowab.

    Demikian yang dapat disampaikan, semoga terdapat pelajaran dan hikmah yang dapat diambil melalui tulisan ini. Wassalamu 'alaykum warrahmatullah wabarakatuh.


Tidak ada komentar