Menyikapi Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Wahyu
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Sahabat kalam Al-Wafie sekalian, mungkin ada diantara kita yang pernah mendapati ketidaksesuaian antara ilmu pengetahuan yang dipelajari dengan ayat kauliyah (Al-Qur'an / wahyu) yang Allah turunkan. Menyikapi hal tersebut, kita sebagai seorang mukmin yang taat, tanamkanlah pemahaman bahwa wahyu Allah itu bersifat absolut atau mutlak kebenarannya. Dengan demikian, langkah yang tepat ialah mendahulukan dan mengambil apa-apa yang dinyatakan oleh wahyu Allah. Alasan lainnya ialah bahwa logika manusia yg digunakan untuk memahami wahyu itu terbatas. Sehingga, dalam hal-hal tertentu akal tidak dapat dipakai. Walaupun demikian, akal dan syariah (al quran dan hadist) tidak akan bertolak belakang untuk hal-hal yang pasti (qot’i). Apabila antara wahyu dan pemahaman (akal) terhadap ayat kauniyah ada yg bersifat dhanni (relatif benar salahnya), maka dahulukan wahyu. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seorang mukmin wajib menjadikah wahyu itu pedoman hidup karena mutlak kebenarannya. Perlu diketahui bahwa apa-apa yang dinyatakan dalam Al-Quran itu mengajarkan supaya:
![]() |
Sumber: https://baitulmaqdis.com |
- Hubungan kita dengan Allah itu bagus
- Hubungan antara sesama manusia itu bagus
- Hubungan manusia dengan makhluk lainnya itu bagus
- Hubungan manusia dengan alam sekitarnya itu bagus
Di sisi lain, ilmu yg dikembangkan manusia dari ayat kauniyah tetap penting dan diperlukan. Posisi ilmu ini ada untuk dijadikan sebagai sarana dalam hidup dan beribadah. Pedoman hidup itu sudah mutlak dan tidak dapat dirubah. Sementara itu, ilmu sebagai fasilitas hidup jangan dibatasi malah perlu untuk terus dikembangkan. Dalam hal ini jangan terbalik, ayat kauliyah dijadikan sarana sebagaimana kaum yahudi yang menjual agama untuk kepentingan dunia, sedangkan logika dijadikan pedoman (tujuan) hidup sebagaimana orang yang menuhankan materi (dunia). Apabila seperti itu, akibatnya ialah agama dipermainkan dan terbentuknya kerusakan moral. Tempatkanlah sebagaimana mestinya, wahyu dijadikan panduan dalam hidup, yang mengajarkan apa, seperti apa, dan bagaimana seharusnya hidup itu. Selanjutnya ilmu dijadikan sarana untuk menjalankan hidup sesuai pedoman tersebut. Ilmu ini perlu terus dikembangkan sehingga terciptalah fasilitas-fasilitas yang semakin memudahkan manusia dalam beribadah.
Demikian ringkasan pembahasan kajian tentang luasnya ilmu Allah bagian ketiga, mohon maaf apabila terdapat kesalahan penyampaian.
Semoga dari tulisan ini dapat diambil pelajaran yang bermanfaat.
Wallahu alam bishowab.
8 Dzulhijah 1439H
Tidak ada komentar